Senin, 13 Januari 2014

diesnatalies
































Read More ->>

Ketua Osis smk n 1 kebumen










Read More ->>

Aksara Jawa


Aksara Jawa, dikenal juga sebagai Hanacaraka (ꦲꦤꦕꦫꦏ) dan Carakan (ꦕꦫꦏꦤ꧀),[1] adalah salah satu aksara tradisional Nusantara yang digunakan untuk menulis bahasa Jawa dan sejumlah bahasa daerah Indonesia lainnya seperti bahasa Sunda dan bahasa Sasak[2] Tulisan ini berkerabat dekat dengan aksara Bali.
Dalam sehari-hari, penggunaan aksara Jawa umum digantikan dengan huruf Latin yang pertama kali dikenalkan Belanda pada abad 19.[1]Aksara Jawa resmi dimasukkan dalam Unicode versi 5.2 sejak 2009. Meskipun begitu, kompleksitas aksara Jawa hanya dapat ditampilkan dalam program dengan teknologi SIL Graphite, seperti browser Firefox dan beberapa prosesor kata open source, sehingga penggunaannya tidak semudah huruf Latin. Kesulitan penggunaan aksara Jawa dalam media digital merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kurang populernya aksara tersebut selain di kalangan preservasionis.

Daftar isi

Ciri-ciri[sunting | sunting sumber]

Suku kata /ka/ ditulis dengan satu huruf. Tanda baca dapat mengubah, menambahkan, atau menghilangkan vokal suku kata tersebut. Huruf memiliki beberapa bentuk untuk menulis nama, pengejaan asing, dan konsonan bertumpuk
Aksara Jawa adalah sistem tulisan Abugida yang ditulis dari kiri ke kanan. Setiap huruf pada aksara Jawa melambangkan suatu suku kata dengan vokal /a/ atau /ɔ/, yang dapat ditentukan dari posisi huruf. Aksara ditulis tanpa spasi (scriptio continua)[3], dan karena itu pembaca harus paham dengan teks bacaan untuk dapat membedakan tiap kata.
Huruf dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan fungsinya. Huruf dasar terdiri dari 20 konsonan yang digunakan untuk menulis bahasa Jawa modern, sementara jenis lain meliputi huruf kapital, huruf arkaik, dan huruf yang dimodifikasi. Semua jenis huruf ini memiliki bentuk subskrip yang digunakan untuk menulis tumpukan konsonan.
Kebanyakan huruf selain huruf dasar merupakan konsonan teraspirasi atau retroflex yang digunakan dalam bahasa Jawa Kuno karena pengaruhbahasa Sansekerta. Selama perkembangan bahasa dan aksara Jawa, huruf-huruf ini kehilangan representasi suara aslinya dan berubah fungsi.
Sejumlah tanda baca mengubah vokal (layaknya harakat pada abjad Arab), menambahkan konsonan akhir, dan menandakan ejaan asing[3]. Beberapa tanda baca dapat digunakan bersama-sama, namun tidak semua kombinasi diperbolehkan.
Terdapat tanda-tanda yang setara dengan koma, titik, titik dua, serta kutip, dan terdapat pula tanda membuka puisi/tembang, mengawali surat, dll[4].
Aksara Jawa memiliki digitnya senditi yang terdiri dari angka 0-9. Tujuh diantaranya memiliki bentuk yang mirip dengan aksara. Sejumlah tanda baca dapat digunakan untuk membedakan angka yang muncul dalam teks.[2]

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Aksara Jawa sedang diajarkan pada sekolah periode kolonial.
Tulisan Jawa dan Bali adalah perkembangan modern aksara Kawi, salah satu turunan aksara Brahmi yang berkembang di Jawa. Pada masa periode Hindu-Buddha, aksara tersebut terutama digunakan dalam literatur keagamaan dan terjemahan Sansekerta yang biasa ditulis dalam naskah daunlontar.[2] Selama periode Hindu-Buddha, bentuk aksara Kawi berangsur-angsur menjadi lebih Jawa, namun dengan ortografi yang tetap. Pada abad 17, tulisan tersebut telah berkembang menjadi bentuk modernnya dan dikenal sebagai Carakan[5] atau hanacaraka berdasarkan lima huruf pertamanya.
Carakan terutama digunakan oleh penulis dalam lingkungan kraton kerajaan-kerajaan seperti Surakarta dan Yogyakarta untuk menulis naskah berbagai subjek, diantaranya cerita-cerita (serat), catatan sejarah (babad), tembang kuno (kakawin), atau ramalan (primbon). Subjek yang populer akan berkali-kali ditulis ulang.[6] Naskah umum dihias dan jarang ada yang benar-benar polos. Hiasan dapat berupa tanda baca yang sedikit dilebih-lebihkan atau pigura halaman (disebut wadana) yang rumit dan kaya warna.
Pada tahun 1926, sebuah lokakarya di SriwedariSurakarta menghasilkan Wewaton Sriwedari (Ketetapan Sriwedari), yang merupakan landasan awal standarisasi ortografi aksara Jawa.[7] Setelah kemerdekaan Indonesia, banyak panduan mengenai aturan dan ortografi baku aksara Jawa yang dipublikasikan, diantaranya Patokan Panoelise Temboeng Djawa oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan pada 1946,[7] dan sejumlah panduan yang dibuat oleh Kongres Bahasa Jawa (KBJ) antara 1991 sampai 2006.[8][9] KBJ juga berperan dalam implementasi aksara Jawa di Unicode.
Namun dari itu, penggunaan aksara Jawa telah menurun sejak ortografi Jawa berbasis huruf latin ditemukan pada 1926,[1] dan sekarang lebih umum menggunakan huruf latin untuk menulsi bahasa Jawa. Hanya beberapa majalah dan koran yang masih mencetak dalam aksara Jawa, seperti Jaka Lodhang. Aksara Jawa masih diajarkan sebagai muatan lokal pada sekolah dasar dan sekolah menengah di provinsi yang berbahasa Jawa.

Huruf[sunting | sunting sumber]

Cerita Amir Hamzah dalam tulisan tangan aksara Jawa
Sebuah huruf dasar tanpa tanda baca disebut sebagai sebuah aksara (ꦲꦏ꧀ꦱꦫ​), yang merepresentasikan suku kata dengan vokal /a/ atau /ɔ/ tergantung dari posisinya.[3] Namun vokal juga tergantung dari dialek pembicara; dimana dialek Jawa Barat cenderung menggunakan /a/ sementara dialek Jawa Timur lebih cenderung menggunakan /ɔ/. Aturan baku penentuan vokal aksara dideskripsikan dalam Wewaton Sriwedari sebagai berikut:
  1. Sebuah aksara dibaca dengan vokal /ɔ/ apabila aksara sebelumnya mengandung sandhangan swara.
  2. Sebuah aksara dibaca dengan vokal /a/ apabila aksara setelahnya mengandung sandhangan swara.
  3. Aksara pertama sebuah kata umumnya dibaca dengan vokal /ɔ/, kecuali dua huruf setelahnya merupakan aksara dasar. Jika begitu, aksara tersebut dibaca dengan vokal /a/.

Nglegéna[sunting | sunting sumber]

Terdapat 20 huruf dasar bernama aksara nglegéna (ꦲꦏ꧀ꦱꦫ​ꦔ꧀ꦊꦒꦺꦤ) untuk menulis bahasa Jawa modern, yaitu:
Aksara Nglegéna
hanacarakadatasawala
Nglegena ha.pngNglegena na.pngNglegena ca.pngNglegena ra.pngNglegena ka.pngNglegena da.pngNglegena ta.pngNglegena sa.pngNglegena wa.pngNglegena la.png
/ɔtʃɔɽɔɭɔ
padhajayanyamagabathanga
Nglegena pa.pngNglegena dha.pngNglegena ja.pngNglegena ya.pngNglegena nya.pngNglegena ma.pngNglegena ga.pngNglegena ba.pngNglegena tha.pngNglegena nga.png
ɖɔdʒɔɲɔɡɔʈɔŋɔ
  • Huruf 'ha' juga dapat dibaca sebagai 'a'.

Murda[sunting | sunting sumber]

Aksara murda (ꦲꦏ꧀ꦱꦫ​ꦩꦸꦂꦢ) atau aksara gedé digunakan seperti halnya huruf kapital dalam tulisan latin, kecuali untuk menandakan awal suatu kalimat. Murda digunakan pada huruf pertama suatu nama, umumnya nama tempat atau orang yang dihormati. Tidak semua aksara mempunyai bentuk murda, dan apabila huruf pertama suatu nama tidak memiliki bentuk murda, huruf kedua yang menggunakan murda. Apabila huruf kedua juga tidak memiliki bentuk murda, maka huruf ketiga yang menggunakan murda, begitu seterusnya. Nama yang sangat dihormati dapat ditulis seluruhnya dengan murda apabila memungkinkan.
Perlu diperhatikan bahwa huruf ca murda tidak lazim digunakan. Bentuk pastinya tidak diketahui karena umumnya hanya bentuk pasangannya yang dipakai.[2]
Aksara Murda
nacakatasapanyagaba
Murda na.pngMurda ca.pngMurda ka.pngMurda ta.pngMurda sa.pngMurda pa.pngMurda nya.pngMurda ga.pngMurda ba.png

Swara[sunting | sunting sumber]

Vokal murni umumnya ditulis dengan huruf ha (yang dapat merepresentasikan konsonan kosong) dengan tanda baca yang sesuai. Selain cara tersebut, terdapat juga huruf yang merepresentasikan vokal murni bernama aksara swara (ꦲꦏ꧀ꦱꦫ​ꦱ꧀ꦮꦫ) yang digunakan untuk menandakan sebuah nama, seperti halnya huruf murda. Sebagai contoh, kata sifat "ayu" ditulis dengan huruf ha. Namun untuk menulis seseorang yang bernama Ayu, aksara swara digunakan. Swara juga digunakan untuk mengeja kata bahasa asing. Unsur Argon semisal, ditulis denganswara[10][7]
Aksara swara
aiué/èo
Vowel akara.pngVowel ikara.pngVowel ukara.pngVowel ekara.pngVowel okara.png
a/ɔiue/ɛo
Aksara swara tambahan[10]
aaiiuuaiau
Vowel aakara.pngVowel iikara.pngVowel uukara.pngVowel aikara.pngVowel aukara.png
aiau

Mahaprana[sunting | sunting sumber]

Mahaprana, secara harfiah berarti "dibaca dengan nafas berat", adalah huruf yang awalnya merepresentasikan bunyi teraspirasi yang digunakan dalam bahasa Jawa Kuno dan terjemahanSansekerta, namun sekarang tidak lagi dipakai. Mahaprana jarang muncul dan karenanya seringkali tidak dibahas dengan baik[2] atau sepenuhnya dilewatkan dalam buku aksara Jawa.
Aksara Mahaprana
dhasajatha
Mahaprana dha.pngMahaprana sa.pngMahaprana ja.pngMahaprana tha.png

Lain-lain[sunting | sunting sumber]

Pa cerek dan nga lelet awalnya adalah konsonan-vokalik /r̥/ dan /l̥/ yang muncul pada perkembangan awal aksara Jawa karena pengaruh bahasa Sansekerta. Ortografi kontemporer menggunakan keduanya sebagai huruf konsonan[2] yang bernama aksara ganten atau "aksara pengganti", yaitu huruf dengan vokal /ə/ yang menggantikan setiap kombinasi ra+pepet danla+pepet.[10] Karena sudah memiliki vokal tetap, kedua huruf tersebut tidak dapat dipasangkan dengan tanda baca vokal. Keduanya juga memiliki bentuk pasangan. Secara historis, ra agungdigunakan oleh sejumlah penulis untuk nama orang yang dihormati, terutama anggota kerajaan.[2] Ka sasak merupakan transliterasi tradisional bunyi /qa/ yang digunakan dalam bahasa Sasak.
Aksara lain-lain
pa cereknga leletra agungka sasak
Ganten pa cerek.pngGanten nga lelet.pngLain-lain ra agung.pngLain-lain ka sasak.png
raqa

Rekan[sunting | sunting sumber]

Kebanyakan bunyi yang asing dalam bahasa Jawa ditulis dengan tanda baca cecak telu diatas huruf yang bunyinya mendekati.[2][4] Huruf semacam itu disebut sebagai rekan atau rekaan, yang diklasifikan berdasarkan bahasa asalnya. Rekan paling umum berasal dari bahasa Arab dan bahasa Belanda. Terdapat pula dua jenis rekan lainnya yang digunakan untuk menulis bahasa Sundadan kata serapan bahasa Cina.

Pasangan[sunting | sunting sumber]

Untuk menulis suatu konsonan murni, tanda baca pangkon digunakan untuk menekan vokal huruf dasar. Namun pangkon hanya boleh dipakai di akhir kalimat, dan apabila konsonan terjadi di tengah kalimat, huruf pasangan (ꦥꦱꦔꦤ꧀) digunakan. Pasangan adalah huruf subskrip yang menghilangkan vokal inheren aksara tempat ia terpasang. Misal, apabila huruf na dipasangkan dengan pasangan da, maka akan dibaca nda.[2]
Pasangan dapat diberi tanda baca, seperti halnya aksara dasar, dengan beberapa pengecualian pada penempatan. Tanda baca yang berada di atas dipasang pada aksara, sementara tanda baca yang berada di bawah dipasang pada pasangan. Tanda baca yang berada sebelum dan sesudah huruf dipasang segaris dengan aksara. Sebuah aksara hanya boleh dipasang dengan satupasangan, dan pasangan dapat dipasang dengan sejumlah tanda baca. Dalam teks lama, pasangan wa dapat ditempelkan dengan pasangan lain sebagai pengecualian karena dianggap sebagai tanda baca.
Pasangan Nglegéna
hanacarakadatasawala
Pasangan nglegena ha.pngPasangan nglegena na.pngPasangan nglegena ca.pngPasangan nglegena ra.pngPasangan nglegena ka.pngPasangan nglegena da.pngPasangan nglegena ta.pngPasangan nglegena sa.pngPasangan nglegena wa.pngPasangan nglegena la.png
padhajayanyamagabathanga
Pasangan nglegena pa.pngPasangan nglegena dha.pngPasangan nglegena ja.pngPasangan nglegena ya.pngPasangan nglegena nya.pngPasangan nglegena ma.pngPasangan nglegena ga.pngPasangan nglegena ba.pngPasangan nglegena tha.pngPasangan nglegena nga.png
Pasangan Murda
nacakatasapanyagaba
Pasangan murda na.pngPasangan murda ca.pngPasangan murda ka.pngPasangan murda ta.pngPasangan murda sa.pngPasangan murda pa.pngPasangan murda nya.pngPasangan murda ga.pngPasangan murda ba.png
Pasangan Mahaprana
dhasajatha
Pasangan mahaprana dha.pngPasangan mahaprana sa.pngPasangan mahaprana ja.pngPasangan mahaprana tha.png
Pasangan lain-lain
pa cereknga leletra agungka sasak
Pasangan ganten pa cerek.pngPasangan ganten nga lelet.pngPasangan lain-lain ra agung.pngPasangan lain-lain ka sasak.png

Sandhangan[sunting | sunting sumber]

Sandhangan (ꦱꦤ꧀ꦝꦔꦤ꧀) adalah tanda baca (berbeda dengan tanda baca teks seperti koma atau titik) yang berfungsi untuk mengubah vokal huruf dasar, layaknya harakat pada abjad Arab. Selain itu, sandhangan juga memiliki sejumlah fungsi lain.

Vokal[sunting | sunting sumber]

Tanda baca vokal disebut sebagai sandhangan swara (ꦱꦤ꧀ꦝꦔꦤ꧀ꦱ꧀ꦮꦫ), dan merupakan tanda baca yang paling umum. Terdapat lima sandhangan untuk bahasa Jawa modern. Tanda baca vokal tidak boleh digunakan lebih dari satu dalam sebuah aksara, dengan pengecualian tarung yang dapat digunakan dalam beberapa kombinasi terbatas, semisal taling-tarung. Terdapat pula kombinasi pepet-tarung, namun hanya digunakan dalam transkripsi bahasa Sunda. Sebuah tarung tunggal juga dapat merepresentasikan -a panjang (/aː/), namun vokal tersebut hanya digunakan dalam bahasa Jawa Kuno.[10] Tanda baca vokal dapat digunakan bersama tanda baca konsonan.
Dalam teks tertentu, wulu dan pepet hanya dibedakan dari ukurannya; wulu lebih kecil dan pepet lebih besar. Namun perbedaan ukuran ini kadang kurang kentara dalam tulisan tangan atau teks kaligrafik.
Sandhangan swara
iueé/èo
WuluSukuPepetTalingTaling-tarung
Sandangan wulu.pngSandangan suku.pngSandangan pepet.pngSandangan taling.pngSandangan taling-tarung.png
ꦏꦶꦏꦸꦏꦼꦏꦺꦏꦺꦴ
kikuke/kɛko
Sandhangan swara tambahan[10]
aaiiuuaiaueu
TarungWulu melikSuku mendutDirga muréDirga muré-tarungPepet-tarung
Sandangan tarung.pngSandangan wulu melik.pngSandangan suku mendut.pngSandangan dirga mure.pngSandangan dirga mure-tarung.pngSandangan pepet-tarung.png
ꦏꦴꦏꦷꦏꦹꦏꦻꦏꦻꦴꦏꦼꦴ
kaːkiːkuːkaikau

Konsonan[sunting | sunting sumber]

Terdapat dua jenis tanda baca konsonan, tanda baca pengakhir (sandhangan panyigeging wandaꦱꦤ꧀ꦝꦔꦤ꧀ꦥꦚꦶꦒꦼꦒꦶꦁꦮꦤ꧀ꦢ), dan tanda baca penyisip (sandhangan wyanjana,ꦱꦤ꧀ꦝꦔꦤ꧀ꦮꦾꦤ꧀ꦗꦤ.[7] Panyanggacecak, and wignyan are memiliki fungsi yang sama seperti halnya karakter Devanagari candrabinduanusvara, dan visarga.[2] Pangkon memiliki fungsi yang sama seperti halnya virama dalam aksara Brahmi lain, yakni untuk menghilangkan vokal suatu huruf dasar untuk membentuk konsonan akhir. Namun beberapa konsonan akhir mempunyai tanda baca khusus, dimana dalam kasus tersebut pangkon tidak boleh digunakan. Misal, konsonan akhir -r ditulis dengan layar, tidak boleh dengan ra dan pangkon. Seperti halnya tanda baca vokal, tanda baca konsonan tidak boleh digunakan lebih dari satu dalam satu huruf, namun boleh digunakan bersama dengan tanda baca vokal.
Sandhangan panyigeging wanda
PanyanggaCecakWignyanLayarPangkon
Sandangan panyangga.pngSandangan cecak.pngSandangan wignyan.pngSandangan layar.pngSandangan pangkon.png
kaṃkangkahkar-k
ꦏꦀꦏꦁꦏꦃꦏꦂꦏ꧀
  • Panyangga umumnya hanya digunakan untuk simbol suci Simbol aum.png Om.[10]
Sandhangan wyanjana
CakraKeretPengkal
Sandangan cakra.pngSandangan keret.pngSandangan pengkal.png
krakrekya
ꦏꦿꦏꦽꦏꦾ
  • Cakra mempunyai dua bentuk, ligatura dan inisial yang ditunjukkan pada contoh diatas. Bentuk kedua lebih sering digunakan.
  • Keret tidak dapat dipasangkan dengan tanda baca vokal karena telah memiliki vokal /ə/.

Angka[sunting | sunting sumber]

Sistem angka Jawa mempunyai numeralnya sendiri, yang hanya terdiri dari angka 0–9 sebagai berikut:
Angka
1234567890
sijilorotelupapatlimaenempituwolusanganol
Angka 1.pngAngka 2.pngAngka 3.pngAngka 4.pngAngka 5.pngAngka 6.pngAngka 7.pngAngka 8.pngAngka 9.pngAngka 0.png
Untuk menulis angka yang lebih besar dari 9, gabungkan dua angka atau lebih diatas seperti halnya angka Arab. Misal, 21 ditulis dengan menggabungkan 2 dan 1 menjadi; ꧒꧑. Dengan cara kerja yang sama, 90 ditulis dengan ꧙꧐.[3]
Sebagian besar angka Jawa memiliki bentuk yang mirip dengan karakter silabel Jawa, yaitu 1 dengan ga, 2 dengan nga lelet, 6 dengan e, 7 dengan la, 8 dengan pa murda, dan 9 dengan ya. Untuk menghindari kerancuan, angka yang muncul dalam teks diapit dengan penanda angka yang disebut pada pangkat. Misal, "Selasa 19 Maret 2013" ditulis dengan:
ꦱꦼꦭꦱ꧇꧑꧙꧇ꦩꦉꦠ꧀꧇꧒꧐꧑꧓꧇
Terkadang, pada lungsi digunakan sebagai penanda angka,[10] dan terkadang angka Jawa sepenuhnya digantikan dengan angka Arab untuk menghindari kemiripan.

Tanda Baca[sunting | sunting sumber]

Wadana dari Babad Tanah Jawi abad 19, menunjukkan kecendrungan hiasan pada tanda baca Jawa.
Tanda baca dapat dibedakan menjadi dua: umum dan khusus.
Pada umum
NamaGambarFungsi
Pada adeg
Pada adeg2.png
Kurung atau petik
Pada adeg-adeg
Pada adeg-adeg.png
Mengawali suatu paragraf
Pada piselehPada piseleh.png dan Pada piseleh terbalik.pngBerfungsi seperti halnya pada adeg
Pada lingsa
Pada lingsa1.png
koma
Pada lungsi
Pada lungsi1.png
titik
Terdapat dua peraturan khusus mengenai penggunaan koma.[3]
1. Koma tidak ditulis setelah kata yang berujung pangkon.
2. Koma menjadi titik apabila tetap ditulis setelah pangkon.
Special Pada
NamaGambarFungsi
RerenganPada rerengan kiri.png dan Pada rerengan kanan.pngMengapit judul
Pada luhur
Pada surat luhur.png
Mengawali sebuah surat untuk orang yang lebih tua atau berderajat lebih tinggi
Pada madya
Pada surat madya.png
Mengawali sebuah surat untuk orang yang sebaya atau berderajat sama
Pada andhap
Pada surat andhap.png
Mengawali sebuah surat untuk orang yang lebih muda atau berderajat lebih rendah
Pada guru
Pada guru1.png
Mengawali sebuah surat tanpa membedakan umur atau derajat
Pada pancak
Pada pancak1.png
Mengakhiri suatu surat
Purwa pada
Pada tembang purwa.png
atau
Pada tembang purwa1.png
Menandakan awal suatu puisi
Madya pada
Pada tembang madya.png
Menandakan tembang baru dalam suatu puisi
Wasana pada
Pada tembang wasana.png
Menandakan akhir puisi.[3][4]
Tanda baca khusus memiliki banyak varian karena sifatnya yang ornamental, dihias berdasarkan selera dan kemampuan penulis.[2]
Terdapat juga beberapa tanda baca yang tidak dikategorikan dalam dua pada tersebut:
Pada lain-lain
NamaGambar
Tirta tumétés
Pada tirta tumetes.png
Isèn-isèn
Pada isen-isen.png
Pada rangkep
Pada rangkep.png
Tirta tumétés dan Isèn-isèn berguna untuk menandakan kesalahan menulis.[10] Apabila terjadi kesalahan penulisan, bagian yang salah diberikan salah satu dari dua tanda tersebut sebanyak tiga kali. Tirta tumétés digunakan oleh penulis Yogyakarta, sementara Isèn-isèn digunakan oleh penulis Surakarta. Sebagai contoh, seorang penulis dari Yogyakarta ingin menulis pada luhur namun salah tulis menjadi pada wu..., maka akan ditulis:
ꦥꦢꦮꦸ꧞꧞꧞ꦭꦸꦲꦸꦂ
Pada wu---luhur
Penulis dari Surakarta akan menulis:
ꦥꦢꦮꦸ꧟꧟꧟ꦭꦸꦲꦸꦂ[2]

Pangrangkep menandakan kata berulang (rangkep)[10], seperti pada kata "kupu-kupu" yang ditulis menjadi "kupu2". Karakter ini pada dasarnya adalah angka Arab dua (٢), namun tidak memiliki fungsi angka dalam aksara Jawa. Karakter tersebut diproposalkan sebagai karakter independen karena sifat dwi-arah angka Arab.[2]

Urutan Huruf[sunting | sunting sumber]

Urutan paling umum dalam aksara Jawa adalah urutan hanacaraka, dimana 20 huruf dasar disusun membentuk puisi atau pangram sempurna yang menceritakan tentang tokoh legendaris Aji Saka dan awal mula terciptanya aksara Jawa[11], sebagai berikut;
yang penerjemahannya sebagai berikut:
Terdapat dua utusan/pembawa pesan. Yang berbeda pendapat(Mereka berdua) sama kuatnyaInilah mayat mereka.
Aksara Jawa juga dapat disusun dengan urutan kaganga yang mengikuti kaidah Sansekerta Panini.[2] Urutan ini dipakai untuk mengatur aksara Jawa pada periode Hindu-Buddha, dan sekarang dipakai sebagai urutan aksara Jawa dalam Unicode. Dengan urutan ini, setiap huruf dapat mewakili bunyi unik yang digunakan dalam bahasa Jawa kuno. Urutannya sebagai berikut:
ISOkkhgghcchjjhñṭhḍhtthddhnpphbbhmyrlvśsh
IPAkɡɡʱŋtʃʰdʒʱɲʈʈʰɖɖʱɳt̪ʰd̪ʱnpbmjɾlʋʃʂsɦ
Javanese
Kalangan neo-konservatif Jawa juga mengemukakan urutan alternatif yang dengan ciri kedua urutan diatas. Huruf disusun berdasarkan sekuensi hanacaraka, namun huruf murda dan mahapranadiikutsertakan beserta bunyi aslinya sebagaimana dalam urutan kaganga. Hal ini dianggap memudahkan pelafalan dan berguna untuk menulis bahasa asing. Urutannya sebagai berikut:
hanannacachararrakakha
dadhatathasashassawala
paphadhaddhajajhayanyajnya
magaghababhathatthanga

Penggunaan diluar bahasa Jawa[sunting | sunting sumber]

Bahasa Sunda[sunting | sunting sumber]

Aksara Jawa juga dapat digunakan untuk menulis bahasa Sunda. Namun aksara dimodofikasi dan dikenal dengan nama Cacarakan. Salah satu perbedaan terlihat dari tidak digunakannya hurufdha dan tha, sehingga konsonan dasarnya hanya terdiri dari 18 huruf. Perbedaan juga terlihat dari penggunaan kombinasi tanda baca pepet-tarung untuk vokal /ɤ/,[10], penyederhanaan vokal /o/ menjadi tanda baca tunggal tolong,[10] dan bentuk huruf "nya" yang berbeda[10].

Bahasa Bali[sunting | sunting sumber]

Aksara Bali pada dasarnya hanyalah varian tipografik. Seperti Sunda, Bali juga tidak menggunakan huruf dha dan tha. Namun karakter yang tidak digunakan lagi di Jawa masih digunakan untuk menulis kata serapan Sansekerta dan Jawa Kuno.[12]
Hanacaraka gaya Jawa
Hanacaraka gaya Bali
Hanacaraka gaya JawaHanacaraka gaya Bali

Bahasa Indonesia dan Asing[sunting | sunting sumber]

Sebuah mall di SurakartaJawa Tengah.
Karena sifatnya yang fonetis, aksara Jawa dapat dipakai untuk menulis bahasa Indonesia dan kata serapan bahasa asing. Hal ini dapat dilihat pada tempat-tempat umum di wilayah berbahasa Jawa, terutama di Surakarta dan sekitarnya. Kata dari bahasa asing ditulis sebagaimana kata tersebut diucap, bukan berdasarkan pengejaannya. Sebagai contoh, "Solo Grand Mall" ditransliterasikan menjadi ꦱꦺꦴꦭꦺꦴꦒꦿꦺꦤ꧀ꦩꦭ꧀ yang secara harfiah ditransliterasikan kembali menjadi "solo gren mol".

Font[sunting | sunting sumber]

Perbandingan tampilan beberapa font Jawa
JG Aksara Jawa, oleh Jason Glavy
Sample JG Aksara Jawa.png
Tuladha Jejeg, oleh R.S. Wihananto
Sample Tuladha Jejeg.png
Aturra, oleh Aditya Bayu
Sample Aturra.png
Adjisaka, oleh Sudarto HS/Ki Demang Sokowanten
Sample Adjisaka.png
Pada tahun 2013, terdapat sejumlah font pendukung aksara Jawa yang beredar luas: Hanacaraka/Pallawa oleh Teguh Budi Sayoga,[13] Adjisaka oleh Sudarto HS/Ki Demang Sokowanten,[14]JG Aksara Jawa oleh Jason Glavy,[15] Carakan Anyar oleh Pavkar Dukunov,[16] dan Tuladha Jejeg oleh R.S. Wihananto,[17] yang berbasiskan teknologi Graphite (SIL). Font lain yang edaran terbatas termasuk Surakarta yang dibuat oleh Matthew Arciniega pada 1992 untuk screen font Mac,[18] dan Tjarakan yang dikembangkan AGFA Monotype sekitar tahun 2000.[19] Terdapat juga font berbasis symbol bernama Aturra yang dikembangkan Aditya Bayu sejak 2012-2013.[20]
Karena kompleksitas aksara Jawa, banyak font aksara Jawa menggunakan metode input non-konvensional dibanding aksara Brahmi lain, dan memiliki sejumlah masalah. Semisal, penggunaan JG Aksara Jawa dapat menimbulkan konflik dengan tulisan lain karena font tersebut menggunakan kode berbagai tulisan selain Jawa.[21]
Secara teknis, dapat dikatakan bahwa font Tuladha Jejeg adalah yang paling lengkap. Font tersebut mampu menampilkan bentuk kompleks dan mendukung semua karakter Jawa dengan basisUnicode. Hal ini dicapai dengan penggunaan teknologi teknologi Graphite (SIL). Namun karena tidak banyak tulisan yang butuh dukungan sekompleks Jawa, penggunaan terbatas pada program yang mendukung Graphite, seperti browser Firefox, dan Thunderbird email client. Font ini juga digunakan untuk tampilan aksara Jawa di Wikipedia Jawa.[10]

Unicode[sunting | sunting sumber]

Aksara Jawa resmi dimasukkan kedalam Unicode sejak Oktober, 2009, dengan dirilisnya Unicode versi 5.2. Blok Unicode aksara Jawa terletak pada kode U+A980–U+A9DF. Terdapat 91 kode yang mencakup 53 huruf, 19 tanda baca, 10 angka, dan 9 vokal. Sel abu-abu menunjukkan titik kode yang belum terpakai.
Javanese[1]
Tabel Unicode.org (PDF)
 0123456789ABCDEF
U+A98x
U+A99x
U+A9Ax
U+A9Bxꦿ
U+A9Cx
U+A9Dx
Catatan
1.^Sebagaimana dalam Unicode versi 6.1

Galeri[sunting | sunting sumber]

Read More ->>

Daftar Blog Saya

Sample text

Sample text

diesnatalies
































Ketua Osis smk n 1 kebumen

Label: , ,










Aksara Jawa

Label: , , , , ,


Aksara Jawa, dikenal juga sebagai Hanacaraka (ꦲꦤꦕꦫꦏ) dan Carakan (ꦕꦫꦏꦤ꧀),[1] adalah salah satu aksara tradisional Nusantara yang digunakan untuk menulis bahasa Jawa dan sejumlah bahasa daerah Indonesia lainnya seperti bahasa Sunda dan bahasa Sasak[2] Tulisan ini berkerabat dekat dengan aksara Bali.
Dalam sehari-hari, penggunaan aksara Jawa umum digantikan dengan huruf Latin yang pertama kali dikenalkan Belanda pada abad 19.[1]Aksara Jawa resmi dimasukkan dalam Unicode versi 5.2 sejak 2009. Meskipun begitu, kompleksitas aksara Jawa hanya dapat ditampilkan dalam program dengan teknologi SIL Graphite, seperti browser Firefox dan beberapa prosesor kata open source, sehingga penggunaannya tidak semudah huruf Latin. Kesulitan penggunaan aksara Jawa dalam media digital merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kurang populernya aksara tersebut selain di kalangan preservasionis.

Daftar isi

Ciri-ciri[sunting | sunting sumber]

Suku kata /ka/ ditulis dengan satu huruf. Tanda baca dapat mengubah, menambahkan, atau menghilangkan vokal suku kata tersebut. Huruf memiliki beberapa bentuk untuk menulis nama, pengejaan asing, dan konsonan bertumpuk
Aksara Jawa adalah sistem tulisan Abugida yang ditulis dari kiri ke kanan. Setiap huruf pada aksara Jawa melambangkan suatu suku kata dengan vokal /a/ atau /ɔ/, yang dapat ditentukan dari posisi huruf. Aksara ditulis tanpa spasi (scriptio continua)[3], dan karena itu pembaca harus paham dengan teks bacaan untuk dapat membedakan tiap kata.
Huruf dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan fungsinya. Huruf dasar terdiri dari 20 konsonan yang digunakan untuk menulis bahasa Jawa modern, sementara jenis lain meliputi huruf kapital, huruf arkaik, dan huruf yang dimodifikasi. Semua jenis huruf ini memiliki bentuk subskrip yang digunakan untuk menulis tumpukan konsonan.
Kebanyakan huruf selain huruf dasar merupakan konsonan teraspirasi atau retroflex yang digunakan dalam bahasa Jawa Kuno karena pengaruhbahasa Sansekerta. Selama perkembangan bahasa dan aksara Jawa, huruf-huruf ini kehilangan representasi suara aslinya dan berubah fungsi.
Sejumlah tanda baca mengubah vokal (layaknya harakat pada abjad Arab), menambahkan konsonan akhir, dan menandakan ejaan asing[3]. Beberapa tanda baca dapat digunakan bersama-sama, namun tidak semua kombinasi diperbolehkan.
Terdapat tanda-tanda yang setara dengan koma, titik, titik dua, serta kutip, dan terdapat pula tanda membuka puisi/tembang, mengawali surat, dll[4].
Aksara Jawa memiliki digitnya senditi yang terdiri dari angka 0-9. Tujuh diantaranya memiliki bentuk yang mirip dengan aksara. Sejumlah tanda baca dapat digunakan untuk membedakan angka yang muncul dalam teks.[2]

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Aksara Jawa sedang diajarkan pada sekolah periode kolonial.
Tulisan Jawa dan Bali adalah perkembangan modern aksara Kawi, salah satu turunan aksara Brahmi yang berkembang di Jawa. Pada masa periode Hindu-Buddha, aksara tersebut terutama digunakan dalam literatur keagamaan dan terjemahan Sansekerta yang biasa ditulis dalam naskah daunlontar.[2] Selama periode Hindu-Buddha, bentuk aksara Kawi berangsur-angsur menjadi lebih Jawa, namun dengan ortografi yang tetap. Pada abad 17, tulisan tersebut telah berkembang menjadi bentuk modernnya dan dikenal sebagai Carakan[5] atau hanacaraka berdasarkan lima huruf pertamanya.
Carakan terutama digunakan oleh penulis dalam lingkungan kraton kerajaan-kerajaan seperti Surakarta dan Yogyakarta untuk menulis naskah berbagai subjek, diantaranya cerita-cerita (serat), catatan sejarah (babad), tembang kuno (kakawin), atau ramalan (primbon). Subjek yang populer akan berkali-kali ditulis ulang.[6] Naskah umum dihias dan jarang ada yang benar-benar polos. Hiasan dapat berupa tanda baca yang sedikit dilebih-lebihkan atau pigura halaman (disebut wadana) yang rumit dan kaya warna.
Pada tahun 1926, sebuah lokakarya di SriwedariSurakarta menghasilkan Wewaton Sriwedari (Ketetapan Sriwedari), yang merupakan landasan awal standarisasi ortografi aksara Jawa.[7] Setelah kemerdekaan Indonesia, banyak panduan mengenai aturan dan ortografi baku aksara Jawa yang dipublikasikan, diantaranya Patokan Panoelise Temboeng Djawa oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan pada 1946,[7] dan sejumlah panduan yang dibuat oleh Kongres Bahasa Jawa (KBJ) antara 1991 sampai 2006.[8][9] KBJ juga berperan dalam implementasi aksara Jawa di Unicode.
Namun dari itu, penggunaan aksara Jawa telah menurun sejak ortografi Jawa berbasis huruf latin ditemukan pada 1926,[1] dan sekarang lebih umum menggunakan huruf latin untuk menulsi bahasa Jawa. Hanya beberapa majalah dan koran yang masih mencetak dalam aksara Jawa, seperti Jaka Lodhang. Aksara Jawa masih diajarkan sebagai muatan lokal pada sekolah dasar dan sekolah menengah di provinsi yang berbahasa Jawa.

Huruf[sunting | sunting sumber]

Cerita Amir Hamzah dalam tulisan tangan aksara Jawa
Sebuah huruf dasar tanpa tanda baca disebut sebagai sebuah aksara (ꦲꦏ꧀ꦱꦫ​), yang merepresentasikan suku kata dengan vokal /a/ atau /ɔ/ tergantung dari posisinya.[3] Namun vokal juga tergantung dari dialek pembicara; dimana dialek Jawa Barat cenderung menggunakan /a/ sementara dialek Jawa Timur lebih cenderung menggunakan /ɔ/. Aturan baku penentuan vokal aksara dideskripsikan dalam Wewaton Sriwedari sebagai berikut:
  1. Sebuah aksara dibaca dengan vokal /ɔ/ apabila aksara sebelumnya mengandung sandhangan swara.
  2. Sebuah aksara dibaca dengan vokal /a/ apabila aksara setelahnya mengandung sandhangan swara.
  3. Aksara pertama sebuah kata umumnya dibaca dengan vokal /ɔ/, kecuali dua huruf setelahnya merupakan aksara dasar. Jika begitu, aksara tersebut dibaca dengan vokal /a/.

Nglegéna[sunting | sunting sumber]

Terdapat 20 huruf dasar bernama aksara nglegéna (ꦲꦏ꧀ꦱꦫ​ꦔ꧀ꦊꦒꦺꦤ) untuk menulis bahasa Jawa modern, yaitu:
Aksara Nglegéna
hanacarakadatasawala
Nglegena ha.pngNglegena na.pngNglegena ca.pngNglegena ra.pngNglegena ka.pngNglegena da.pngNglegena ta.pngNglegena sa.pngNglegena wa.pngNglegena la.png
/ɔtʃɔɽɔɭɔ
padhajayanyamagabathanga
Nglegena pa.pngNglegena dha.pngNglegena ja.pngNglegena ya.pngNglegena nya.pngNglegena ma.pngNglegena ga.pngNglegena ba.pngNglegena tha.pngNglegena nga.png
ɖɔdʒɔɲɔɡɔʈɔŋɔ
  • Huruf 'ha' juga dapat dibaca sebagai 'a'.

Murda[sunting | sunting sumber]

Aksara murda (ꦲꦏ꧀ꦱꦫ​ꦩꦸꦂꦢ) atau aksara gedé digunakan seperti halnya huruf kapital dalam tulisan latin, kecuali untuk menandakan awal suatu kalimat. Murda digunakan pada huruf pertama suatu nama, umumnya nama tempat atau orang yang dihormati. Tidak semua aksara mempunyai bentuk murda, dan apabila huruf pertama suatu nama tidak memiliki bentuk murda, huruf kedua yang menggunakan murda. Apabila huruf kedua juga tidak memiliki bentuk murda, maka huruf ketiga yang menggunakan murda, begitu seterusnya. Nama yang sangat dihormati dapat ditulis seluruhnya dengan murda apabila memungkinkan.
Perlu diperhatikan bahwa huruf ca murda tidak lazim digunakan. Bentuk pastinya tidak diketahui karena umumnya hanya bentuk pasangannya yang dipakai.[2]
Aksara Murda
nacakatasapanyagaba
Murda na.pngMurda ca.pngMurda ka.pngMurda ta.pngMurda sa.pngMurda pa.pngMurda nya.pngMurda ga.pngMurda ba.png

Swara[sunting | sunting sumber]

Vokal murni umumnya ditulis dengan huruf ha (yang dapat merepresentasikan konsonan kosong) dengan tanda baca yang sesuai. Selain cara tersebut, terdapat juga huruf yang merepresentasikan vokal murni bernama aksara swara (ꦲꦏ꧀ꦱꦫ​ꦱ꧀ꦮꦫ) yang digunakan untuk menandakan sebuah nama, seperti halnya huruf murda. Sebagai contoh, kata sifat "ayu" ditulis dengan huruf ha. Namun untuk menulis seseorang yang bernama Ayu, aksara swara digunakan. Swara juga digunakan untuk mengeja kata bahasa asing. Unsur Argon semisal, ditulis denganswara[10][7]
Aksara swara
aiué/èo
Vowel akara.pngVowel ikara.pngVowel ukara.pngVowel ekara.pngVowel okara.png
a/ɔiue/ɛo
Aksara swara tambahan[10]
aaiiuuaiau
Vowel aakara.pngVowel iikara.pngVowel uukara.pngVowel aikara.pngVowel aukara.png
aiau

Mahaprana[sunting | sunting sumber]

Mahaprana, secara harfiah berarti "dibaca dengan nafas berat", adalah huruf yang awalnya merepresentasikan bunyi teraspirasi yang digunakan dalam bahasa Jawa Kuno dan terjemahanSansekerta, namun sekarang tidak lagi dipakai. Mahaprana jarang muncul dan karenanya seringkali tidak dibahas dengan baik[2] atau sepenuhnya dilewatkan dalam buku aksara Jawa.
Aksara Mahaprana
dhasajatha
Mahaprana dha.pngMahaprana sa.pngMahaprana ja.pngMahaprana tha.png

Lain-lain[sunting | sunting sumber]

Pa cerek dan nga lelet awalnya adalah konsonan-vokalik /r̥/ dan /l̥/ yang muncul pada perkembangan awal aksara Jawa karena pengaruh bahasa Sansekerta. Ortografi kontemporer menggunakan keduanya sebagai huruf konsonan[2] yang bernama aksara ganten atau "aksara pengganti", yaitu huruf dengan vokal /ə/ yang menggantikan setiap kombinasi ra+pepet danla+pepet.[10] Karena sudah memiliki vokal tetap, kedua huruf tersebut tidak dapat dipasangkan dengan tanda baca vokal. Keduanya juga memiliki bentuk pasangan. Secara historis, ra agungdigunakan oleh sejumlah penulis untuk nama orang yang dihormati, terutama anggota kerajaan.[2] Ka sasak merupakan transliterasi tradisional bunyi /qa/ yang digunakan dalam bahasa Sasak.
Aksara lain-lain
pa cereknga leletra agungka sasak
Ganten pa cerek.pngGanten nga lelet.pngLain-lain ra agung.pngLain-lain ka sasak.png
raqa

Rekan[sunting | sunting sumber]

Kebanyakan bunyi yang asing dalam bahasa Jawa ditulis dengan tanda baca cecak telu diatas huruf yang bunyinya mendekati.[2][4] Huruf semacam itu disebut sebagai rekan atau rekaan, yang diklasifikan berdasarkan bahasa asalnya. Rekan paling umum berasal dari bahasa Arab dan bahasa Belanda. Terdapat pula dua jenis rekan lainnya yang digunakan untuk menulis bahasa Sundadan kata serapan bahasa Cina.

Pasangan[sunting | sunting sumber]

Untuk menulis suatu konsonan murni, tanda baca pangkon digunakan untuk menekan vokal huruf dasar. Namun pangkon hanya boleh dipakai di akhir kalimat, dan apabila konsonan terjadi di tengah kalimat, huruf pasangan (ꦥꦱꦔꦤ꧀) digunakan. Pasangan adalah huruf subskrip yang menghilangkan vokal inheren aksara tempat ia terpasang. Misal, apabila huruf na dipasangkan dengan pasangan da, maka akan dibaca nda.[2]
Pasangan dapat diberi tanda baca, seperti halnya aksara dasar, dengan beberapa pengecualian pada penempatan. Tanda baca yang berada di atas dipasang pada aksara, sementara tanda baca yang berada di bawah dipasang pada pasangan. Tanda baca yang berada sebelum dan sesudah huruf dipasang segaris dengan aksara. Sebuah aksara hanya boleh dipasang dengan satupasangan, dan pasangan dapat dipasang dengan sejumlah tanda baca. Dalam teks lama, pasangan wa dapat ditempelkan dengan pasangan lain sebagai pengecualian karena dianggap sebagai tanda baca.
Pasangan Nglegéna
hanacarakadatasawala
Pasangan nglegena ha.pngPasangan nglegena na.pngPasangan nglegena ca.pngPasangan nglegena ra.pngPasangan nglegena ka.pngPasangan nglegena da.pngPasangan nglegena ta.pngPasangan nglegena sa.pngPasangan nglegena wa.pngPasangan nglegena la.png
padhajayanyamagabathanga
Pasangan nglegena pa.pngPasangan nglegena dha.pngPasangan nglegena ja.pngPasangan nglegena ya.pngPasangan nglegena nya.pngPasangan nglegena ma.pngPasangan nglegena ga.pngPasangan nglegena ba.pngPasangan nglegena tha.pngPasangan nglegena nga.png
Pasangan Murda
nacakatasapanyagaba
Pasangan murda na.pngPasangan murda ca.pngPasangan murda ka.pngPasangan murda ta.pngPasangan murda sa.pngPasangan murda pa.pngPasangan murda nya.pngPasangan murda ga.pngPasangan murda ba.png
Pasangan Mahaprana
dhasajatha
Pasangan mahaprana dha.pngPasangan mahaprana sa.pngPasangan mahaprana ja.pngPasangan mahaprana tha.png
Pasangan lain-lain
pa cereknga leletra agungka sasak
Pasangan ganten pa cerek.pngPasangan ganten nga lelet.pngPasangan lain-lain ra agung.pngPasangan lain-lain ka sasak.png

Sandhangan[sunting | sunting sumber]

Sandhangan (ꦱꦤ꧀ꦝꦔꦤ꧀) adalah tanda baca (berbeda dengan tanda baca teks seperti koma atau titik) yang berfungsi untuk mengubah vokal huruf dasar, layaknya harakat pada abjad Arab. Selain itu, sandhangan juga memiliki sejumlah fungsi lain.

Vokal[sunting | sunting sumber]

Tanda baca vokal disebut sebagai sandhangan swara (ꦱꦤ꧀ꦝꦔꦤ꧀ꦱ꧀ꦮꦫ), dan merupakan tanda baca yang paling umum. Terdapat lima sandhangan untuk bahasa Jawa modern. Tanda baca vokal tidak boleh digunakan lebih dari satu dalam sebuah aksara, dengan pengecualian tarung yang dapat digunakan dalam beberapa kombinasi terbatas, semisal taling-tarung. Terdapat pula kombinasi pepet-tarung, namun hanya digunakan dalam transkripsi bahasa Sunda. Sebuah tarung tunggal juga dapat merepresentasikan -a panjang (/aː/), namun vokal tersebut hanya digunakan dalam bahasa Jawa Kuno.[10] Tanda baca vokal dapat digunakan bersama tanda baca konsonan.
Dalam teks tertentu, wulu dan pepet hanya dibedakan dari ukurannya; wulu lebih kecil dan pepet lebih besar. Namun perbedaan ukuran ini kadang kurang kentara dalam tulisan tangan atau teks kaligrafik.
Sandhangan swara
iueé/èo
WuluSukuPepetTalingTaling-tarung
Sandangan wulu.pngSandangan suku.pngSandangan pepet.pngSandangan taling.pngSandangan taling-tarung.png
ꦏꦶꦏꦸꦏꦼꦏꦺꦏꦺꦴ
kikuke/kɛko
Sandhangan swara tambahan[10]
aaiiuuaiaueu
TarungWulu melikSuku mendutDirga muréDirga muré-tarungPepet-tarung
Sandangan tarung.pngSandangan wulu melik.pngSandangan suku mendut.pngSandangan dirga mure.pngSandangan dirga mure-tarung.pngSandangan pepet-tarung.png
ꦏꦴꦏꦷꦏꦹꦏꦻꦏꦻꦴꦏꦼꦴ
kaːkiːkuːkaikau

Konsonan[sunting | sunting sumber]

Terdapat dua jenis tanda baca konsonan, tanda baca pengakhir (sandhangan panyigeging wandaꦱꦤ꧀ꦝꦔꦤ꧀ꦥꦚꦶꦒꦼꦒꦶꦁꦮꦤ꧀ꦢ), dan tanda baca penyisip (sandhangan wyanjana,ꦱꦤ꧀ꦝꦔꦤ꧀ꦮꦾꦤ꧀ꦗꦤ.[7] Panyanggacecak, and wignyan are memiliki fungsi yang sama seperti halnya karakter Devanagari candrabinduanusvara, dan visarga.[2] Pangkon memiliki fungsi yang sama seperti halnya virama dalam aksara Brahmi lain, yakni untuk menghilangkan vokal suatu huruf dasar untuk membentuk konsonan akhir. Namun beberapa konsonan akhir mempunyai tanda baca khusus, dimana dalam kasus tersebut pangkon tidak boleh digunakan. Misal, konsonan akhir -r ditulis dengan layar, tidak boleh dengan ra dan pangkon. Seperti halnya tanda baca vokal, tanda baca konsonan tidak boleh digunakan lebih dari satu dalam satu huruf, namun boleh digunakan bersama dengan tanda baca vokal.
Sandhangan panyigeging wanda
PanyanggaCecakWignyanLayarPangkon
Sandangan panyangga.pngSandangan cecak.pngSandangan wignyan.pngSandangan layar.pngSandangan pangkon.png
kaṃkangkahkar-k
ꦏꦀꦏꦁꦏꦃꦏꦂꦏ꧀
  • Panyangga umumnya hanya digunakan untuk simbol suci Simbol aum.png Om.[10]
Sandhangan wyanjana
CakraKeretPengkal
Sandangan cakra.pngSandangan keret.pngSandangan pengkal.png
krakrekya
ꦏꦿꦏꦽꦏꦾ
  • Cakra mempunyai dua bentuk, ligatura dan inisial yang ditunjukkan pada contoh diatas. Bentuk kedua lebih sering digunakan.
  • Keret tidak dapat dipasangkan dengan tanda baca vokal karena telah memiliki vokal /ə/.

Angka[sunting | sunting sumber]

Sistem angka Jawa mempunyai numeralnya sendiri, yang hanya terdiri dari angka 0–9 sebagai berikut:
Angka
1234567890
sijilorotelupapatlimaenempituwolusanganol
Angka 1.pngAngka 2.pngAngka 3.pngAngka 4.pngAngka 5.pngAngka 6.pngAngka 7.pngAngka 8.pngAngka 9.pngAngka 0.png
Untuk menulis angka yang lebih besar dari 9, gabungkan dua angka atau lebih diatas seperti halnya angka Arab. Misal, 21 ditulis dengan menggabungkan 2 dan 1 menjadi; ꧒꧑. Dengan cara kerja yang sama, 90 ditulis dengan ꧙꧐.[3]
Sebagian besar angka Jawa memiliki bentuk yang mirip dengan karakter silabel Jawa, yaitu 1 dengan ga, 2 dengan nga lelet, 6 dengan e, 7 dengan la, 8 dengan pa murda, dan 9 dengan ya. Untuk menghindari kerancuan, angka yang muncul dalam teks diapit dengan penanda angka yang disebut pada pangkat. Misal, "Selasa 19 Maret 2013" ditulis dengan:
ꦱꦼꦭꦱ꧇꧑꧙꧇ꦩꦉꦠ꧀꧇꧒꧐꧑꧓꧇
Terkadang, pada lungsi digunakan sebagai penanda angka,[10] dan terkadang angka Jawa sepenuhnya digantikan dengan angka Arab untuk menghindari kemiripan.

Tanda Baca[sunting | sunting sumber]

Wadana dari Babad Tanah Jawi abad 19, menunjukkan kecendrungan hiasan pada tanda baca Jawa.
Tanda baca dapat dibedakan menjadi dua: umum dan khusus.
Pada umum
NamaGambarFungsi
Pada adeg
Pada adeg2.png
Kurung atau petik
Pada adeg-adeg
Pada adeg-adeg.png
Mengawali suatu paragraf
Pada piselehPada piseleh.png dan Pada piseleh terbalik.pngBerfungsi seperti halnya pada adeg
Pada lingsa
Pada lingsa1.png
koma
Pada lungsi
Pada lungsi1.png
titik
Terdapat dua peraturan khusus mengenai penggunaan koma.[3]
1. Koma tidak ditulis setelah kata yang berujung pangkon.
2. Koma menjadi titik apabila tetap ditulis setelah pangkon.
Special Pada
NamaGambarFungsi
RerenganPada rerengan kiri.png dan Pada rerengan kanan.pngMengapit judul
Pada luhur
Pada surat luhur.png
Mengawali sebuah surat untuk orang yang lebih tua atau berderajat lebih tinggi
Pada madya
Pada surat madya.png
Mengawali sebuah surat untuk orang yang sebaya atau berderajat sama
Pada andhap
Pada surat andhap.png
Mengawali sebuah surat untuk orang yang lebih muda atau berderajat lebih rendah
Pada guru
Pada guru1.png
Mengawali sebuah surat tanpa membedakan umur atau derajat
Pada pancak
Pada pancak1.png
Mengakhiri suatu surat
Purwa pada
Pada tembang purwa.png
atau
Pada tembang purwa1.png
Menandakan awal suatu puisi
Madya pada
Pada tembang madya.png
Menandakan tembang baru dalam suatu puisi
Wasana pada
Pada tembang wasana.png
Menandakan akhir puisi.[3][4]
Tanda baca khusus memiliki banyak varian karena sifatnya yang ornamental, dihias berdasarkan selera dan kemampuan penulis.[2]
Terdapat juga beberapa tanda baca yang tidak dikategorikan dalam dua pada tersebut:
Pada lain-lain
NamaGambar
Tirta tumétés
Pada tirta tumetes.png
Isèn-isèn
Pada isen-isen.png
Pada rangkep
Pada rangkep.png
Tirta tumétés dan Isèn-isèn berguna untuk menandakan kesalahan menulis.[10] Apabila terjadi kesalahan penulisan, bagian yang salah diberikan salah satu dari dua tanda tersebut sebanyak tiga kali. Tirta tumétés digunakan oleh penulis Yogyakarta, sementara Isèn-isèn digunakan oleh penulis Surakarta. Sebagai contoh, seorang penulis dari Yogyakarta ingin menulis pada luhur namun salah tulis menjadi pada wu..., maka akan ditulis:
ꦥꦢꦮꦸ꧞꧞꧞ꦭꦸꦲꦸꦂ
Pada wu---luhur
Penulis dari Surakarta akan menulis:
ꦥꦢꦮꦸ꧟꧟꧟ꦭꦸꦲꦸꦂ[2]

Pangrangkep menandakan kata berulang (rangkep)[10], seperti pada kata "kupu-kupu" yang ditulis menjadi "kupu2". Karakter ini pada dasarnya adalah angka Arab dua (٢), namun tidak memiliki fungsi angka dalam aksara Jawa. Karakter tersebut diproposalkan sebagai karakter independen karena sifat dwi-arah angka Arab.[2]

Urutan Huruf[sunting | sunting sumber]

Urutan paling umum dalam aksara Jawa adalah urutan hanacaraka, dimana 20 huruf dasar disusun membentuk puisi atau pangram sempurna yang menceritakan tentang tokoh legendaris Aji Saka dan awal mula terciptanya aksara Jawa[11], sebagai berikut;
yang penerjemahannya sebagai berikut:
Terdapat dua utusan/pembawa pesan. Yang berbeda pendapat(Mereka berdua) sama kuatnyaInilah mayat mereka.
Aksara Jawa juga dapat disusun dengan urutan kaganga yang mengikuti kaidah Sansekerta Panini.[2] Urutan ini dipakai untuk mengatur aksara Jawa pada periode Hindu-Buddha, dan sekarang dipakai sebagai urutan aksara Jawa dalam Unicode. Dengan urutan ini, setiap huruf dapat mewakili bunyi unik yang digunakan dalam bahasa Jawa kuno. Urutannya sebagai berikut:
ISOkkhgghcchjjhñṭhḍhtthddhnpphbbhmyrlvśsh
IPAkɡɡʱŋtʃʰdʒʱɲʈʈʰɖɖʱɳt̪ʰd̪ʱnpbmjɾlʋʃʂsɦ
Javanese
Kalangan neo-konservatif Jawa juga mengemukakan urutan alternatif yang dengan ciri kedua urutan diatas. Huruf disusun berdasarkan sekuensi hanacaraka, namun huruf murda dan mahapranadiikutsertakan beserta bunyi aslinya sebagaimana dalam urutan kaganga. Hal ini dianggap memudahkan pelafalan dan berguna untuk menulis bahasa asing. Urutannya sebagai berikut:
hanannacachararrakakha
dadhatathasashassawala
paphadhaddhajajhayanyajnya
magaghababhathatthanga

Penggunaan diluar bahasa Jawa[sunting | sunting sumber]

Bahasa Sunda[sunting | sunting sumber]

Aksara Jawa juga dapat digunakan untuk menulis bahasa Sunda. Namun aksara dimodofikasi dan dikenal dengan nama Cacarakan. Salah satu perbedaan terlihat dari tidak digunakannya hurufdha dan tha, sehingga konsonan dasarnya hanya terdiri dari 18 huruf. Perbedaan juga terlihat dari penggunaan kombinasi tanda baca pepet-tarung untuk vokal /ɤ/,[10], penyederhanaan vokal /o/ menjadi tanda baca tunggal tolong,[10] dan bentuk huruf "nya" yang berbeda[10].

Bahasa Bali[sunting | sunting sumber]

Aksara Bali pada dasarnya hanyalah varian tipografik. Seperti Sunda, Bali juga tidak menggunakan huruf dha dan tha. Namun karakter yang tidak digunakan lagi di Jawa masih digunakan untuk menulis kata serapan Sansekerta dan Jawa Kuno.[12]
Hanacaraka gaya Jawa
Hanacaraka gaya Bali
Hanacaraka gaya JawaHanacaraka gaya Bali

Bahasa Indonesia dan Asing[sunting | sunting sumber]

Sebuah mall di SurakartaJawa Tengah.
Karena sifatnya yang fonetis, aksara Jawa dapat dipakai untuk menulis bahasa Indonesia dan kata serapan bahasa asing. Hal ini dapat dilihat pada tempat-tempat umum di wilayah berbahasa Jawa, terutama di Surakarta dan sekitarnya. Kata dari bahasa asing ditulis sebagaimana kata tersebut diucap, bukan berdasarkan pengejaannya. Sebagai contoh, "Solo Grand Mall" ditransliterasikan menjadi ꦱꦺꦴꦭꦺꦴꦒꦿꦺꦤ꧀ꦩꦭ꧀ yang secara harfiah ditransliterasikan kembali menjadi "solo gren mol".

Font[sunting | sunting sumber]

Perbandingan tampilan beberapa font Jawa
JG Aksara Jawa, oleh Jason Glavy
Sample JG Aksara Jawa.png
Tuladha Jejeg, oleh R.S. Wihananto
Sample Tuladha Jejeg.png
Aturra, oleh Aditya Bayu
Sample Aturra.png
Adjisaka, oleh Sudarto HS/Ki Demang Sokowanten
Sample Adjisaka.png
Pada tahun 2013, terdapat sejumlah font pendukung aksara Jawa yang beredar luas: Hanacaraka/Pallawa oleh Teguh Budi Sayoga,[13] Adjisaka oleh Sudarto HS/Ki Demang Sokowanten,[14]JG Aksara Jawa oleh Jason Glavy,[15] Carakan Anyar oleh Pavkar Dukunov,[16] dan Tuladha Jejeg oleh R.S. Wihananto,[17] yang berbasiskan teknologi Graphite (SIL). Font lain yang edaran terbatas termasuk Surakarta yang dibuat oleh Matthew Arciniega pada 1992 untuk screen font Mac,[18] dan Tjarakan yang dikembangkan AGFA Monotype sekitar tahun 2000.[19] Terdapat juga font berbasis symbol bernama Aturra yang dikembangkan Aditya Bayu sejak 2012-2013.[20]
Karena kompleksitas aksara Jawa, banyak font aksara Jawa menggunakan metode input non-konvensional dibanding aksara Brahmi lain, dan memiliki sejumlah masalah. Semisal, penggunaan JG Aksara Jawa dapat menimbulkan konflik dengan tulisan lain karena font tersebut menggunakan kode berbagai tulisan selain Jawa.[21]
Secara teknis, dapat dikatakan bahwa font Tuladha Jejeg adalah yang paling lengkap. Font tersebut mampu menampilkan bentuk kompleks dan mendukung semua karakter Jawa dengan basisUnicode. Hal ini dicapai dengan penggunaan teknologi teknologi Graphite (SIL). Namun karena tidak banyak tulisan yang butuh dukungan sekompleks Jawa, penggunaan terbatas pada program yang mendukung Graphite, seperti browser Firefox, dan Thunderbird email client. Font ini juga digunakan untuk tampilan aksara Jawa di Wikipedia Jawa.[10]

Unicode[sunting | sunting sumber]

Aksara Jawa resmi dimasukkan kedalam Unicode sejak Oktober, 2009, dengan dirilisnya Unicode versi 5.2. Blok Unicode aksara Jawa terletak pada kode U+A980–U+A9DF. Terdapat 91 kode yang mencakup 53 huruf, 19 tanda baca, 10 angka, dan 9 vokal. Sel abu-abu menunjukkan titik kode yang belum terpakai.
Javanese[1]
Tabel Unicode.org (PDF)
 0123456789ABCDEF
U+A98x
U+A99x
U+A9Ax
U+A9Bxꦿ
U+A9Cx
U+A9Dx
Catatan
1.^Sebagaimana dalam Unicode versi 6.1

Galeri[sunting | sunting sumber]

Labels

Labels

Time

sodikun

Powered By Blogger

World Clock

time

Ads 468x60px

About Me

Followers

Featured Posts

Blogger templates

Blogger news

Blogger templates

SODIKUN NAXZCROM

Recent Templates

SODIKUN. Diberdayakan oleh Blogger.

Social Icons